Movie: A Little Thing Called Love / A Crazy Little Thing Called Love
Thai: สิ่งเล็กๆ ที่เรียกว่า...รัก
Sutradara: Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn and Wasin Pokpong
Penulis: Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn and Wasin Pokpong
Produser: Somsak Tejcharattanaprasert and Panya Nirankol
Sinematografi: Reungwit Ramasudh
Tanggal Rilis: August 12, 2010 (Thailand)
Panjang Film: 118 min.
Distributor: Sahamongkol International and Work Point
Bahasa: Thai
Negara: Thailand
Cast :
Mario Maurer as Chon
Pimchanok Lerwisetpibol as Nam
Sudarat Budtporm as Guru Inn
Perawatch Herabutya as Guru Phol
Pijitra Siriwerapan as Guru Aorn
Acharanat Ariyaritwikol as Top
Khachamach Promsaka Na Skolnakorn as Pin
Adegan
di mulai di sebuah pameran fotografi profesional. Sang fotografer
sedang diwawancarai mengenai sebagian besar foto-fotonya. Tiba-tiba
terdengar suara tangis bayi. Fotografer itu mohon izin pada
wanita-wanita yang mewawancarainya, “Maaf, itu anakku.”
Saat
fotografer menghampiri bayi itu dan menghiburnya agar tak menangis lagi.
Sementara wanita-wanita yang mewawancarainya berbisik-bisik, “Tampan
sekali, sayang sudah punya anak.”
Kemudian adegan
berpindah ke 9 tahun sebelumnya. Nam, seorang gadis berkulit gelap,
berkacamata, baru pulang sekolah bersama ketiga teman-temannya, Cheer,
Nim dan Gie.
Saat perjalanan, sebuah sepeda motor yang
dikendarai oleh seorang cowok tampan melintas. Nam memperhatikannya
dengan terpesona, apalagi saat cowok itu dengan baik hati memberikan
jalan pada orang buta. Teman-temannya yang menyadari arah pandangan Nam
menggodanya, meski Nam mengelak tapi ia tak luput dari sasaran
kejahilan teman-temannya.
Sepeninggal teman-temannya Nam
tak langsung ke rumah. Ia menjemput seorang bule bernama James Bean.
Rupanya Ibu Nam memiliki penginapan dan restoran murah untuk para turis
backpacker yang ke Thailand.
Ibu Nam: “Bagaimana sekolahmu hari ini?”
Nam: “Baik, aku masih dengan Cheer, Nim dan Gie.”
Ibu Nam: “Apa kalian tak bosan satu sama lain? Kalian sudah bersama sejak kelas 1.”
Pang (adik Nam) menimpali: “Dia tak punya pilihan bu. Tak ada lagi yang mau berteman dengannya karena begitu melihat Nam.”
Nam yang kesal menarik kepangan rambut Pang, ibunya melerai dan menasihati, “Teman adalah teman, bukan masalah penampilan”
Pang,
“Tapi tetap harus jadi pertimbangan pertama. Untung aku terlahir mirip
dengan Ibu, jika aku mirip dengan Ayah atau Nam aku pasti takkan punya
pacar saat aku besar”
Dan lagi-lagi kakak adik itu bertengkar.
Ibunya memisahkan mereka, “Pang ini, ayahmu pasti sedih kalau
mendengarnya. Nam, pergi ke tempat yang kau inginkan sana !”
Setelah Nam pergi, Pang berbicara, “Ayah di Amerika. Ia takkan bisa mendengar kita.”
Saat
Nam pulang dari pasar dan menikmati eskrim yang dibelinya, seorang
cowok jatuh dari pohon di dekatnya. Cowok yang sama yang dilihat Nam
mengendarai motor vespa sepulang sekolah.
“Mangga?”tawar cowok itu pada Nam. Ternyata kaki cowok terpincang-pincang.
Nam
terkejut dan menerima Mangga itu dengan hati berbunga-bunga. Namun
kesenangan hatinya tak berlangsung lama ketika ia melihat cowok itu juga
menawarkan Mangga yang dipetiknya pada cewek lain di jalan.
Keesokan harinya di sekolah, Nam, Cheer, Nim dan Gie menghabiskan waktu istirahat mereka dengan mengisi quiz di majalah.
Gie, “Nim dapat 28. Cowok yang pas untukmu adalah seseorang dengan jiwa pemimpin...”
Mereka lalu melirik Tom, pemimpin klub agama Buddha yang suka meditasi.
Gie, “Cheer 15-25, cowok yang cocok untukmu adalah cowok yang ahli dibidang olahraga.”
Cheer melihat Kai, cowok anggota sepak bola, dengan terpesona.
“Nam, kau cocok dengan pria yang berjiwa seni... Kira-kira siapa ya?”
Nam
tak mempedulikan teman-temannya. Dari tadi matanya hanya memandang
seorang cowok yang lucu dengan menempelkan stiker hitam di alisnya.
Rupanya cowok tampan itu satu sekolah dengannya.
Di
kelas Bahasa Inggris Bu Guru Inn, Nam dan teman-temannya terlihat
sibuk mengobrol lewat kertas. Mereka membicarakan cowok tampan yang
sedari tadi dilirik Nam.
Cheer menulis, Namanya Chon. Dia senior satu tingkat di atas kita. Masa lalunya sangat mengerikan. Jangan dekat-dekat dengannya.
Nam membalas, Itu tidak benar.
Cheer, Itu benar! Dua orang gadis pernah mengundurkan diri dari sekolah karenanya. Dia itu berbahaya.
Dan
saat Cheer dan Nim mengobrol mengenai Chon, Guru Inn mengetahuinya dan
menghukum Cheer untuk berdiri. Ia ditanyai arti dari “You’re my
inspiration”. Cheer yang tak tahu gelagapan, hingga akhirnya Nam memberi
tahunya diam-diam dan Cheer bisa melalui hukumannya dengan mulus.
Di
tengah pelajaran Nam meminta izin pada Guru Inn untuk pergi ke toilet.
Meski ia akhirnya berbelok untuk mengintip Chon di kelasnya. Terlihat
Chon sedang menjahili bangku temannya, Nam tersenyum geli dan puas.
Saat
berbalik hendak ke kelas, ia berpapasan dengan Chon yang rupanya
mendapatkan getah dari perbuatan jahilnya. Chon dihukum berdiri di luar
kelas sambil mengangkat satu kaki dan merentangkan tangannya. Tanpa
sepengetahuan guru, Chon memasang headset di telinganya. Begitu Nam
lewat, Chon memberi isyarat dengan telunjuk jari agar Nam tak berisik.
Nam tersenyum geli melihat Chon yang joget-joget diiringi musik di
headsetnya.
Sejak saat itu, Nam yang sedang kasmaran
mengikuti kemana Chon pergi. Ke tangga, ia pura-pura ada disitu sejak
tadi. Ia juga menelusuri lorong-lorong sekolah hingga tak sengaja
hampir bertabrakan dengan Kepala Sekolah.
Begitu pun
saat olahraga. Chon yang suka ikut-ikutan bermain bersama klub sepak
bola memancing histeria para gadis yang tergila-gila padanya. Termasuk
Nam yang pura-pura membagikan minuman gratis.
Saat sedang bermain
sepak bola, tiba-tiba seorang murid cewek memanggil Chon. Chon
menghampirinya dan mereka terlihat akrab. Seluruh murid kelihatan
jealous dan penasaran tentang hubungan keduanya.
Di
rumah, Nam mematut di depan kaca. Ia menyadari tak ada kemungkinan
untuk Chon melirik padanya karena kulitnya yang dekil dan gelap.
Kemudian
ia dikejutkan oleh kedatangan pamannya yang bekerja di Amerika bersama
ayahnya. Pamannya masih terkena jetlag karena penerbangan yang jauh.
Pamannya
memberitahu Nam, Pang dan Pim, ibu Nam kalau ayahnya bekerja menjadi
asisten koki. Ia juga mengirimkan foto serta mengatakan kalau Ibu Nam
dan anak-anak harus bersabar.
Paman Cheng, “Ayahmu juga
mengatakan, kalau di antara kalian ada yang mendapatkan ranking 1 maka
ia akan mengirimkan tiket ke amerika.”
Nam dan Pang bersorak gembira.
“Tapi tiket kan mahal” ujar Pang menghilangkan kegembiraan Nam.
Pim, “Karena ayahmu tahu, mendapatkan ranking 1 itu sangat sulit buat kalian makanya ia janji seperti itu.”
Nam memandangi foto ayahnya penuh tekad, “Lihat saja ayah, aku akan mendapatkan ranking 1!”
“Dari ranking 30?”sela Pang. Gubrak!
Istirahat
sekolah, Nam yang hendak membeli minuman untuk teman-temannya mendapat
gangguan dari anak-anak basket, Maew dan Ding. Mereka bertengkar dan
keributan itu disadari oleh Chon. Chon membelikan Nam 4 gelas pepsi
untuk Nam dan kawan-kawannya. Nam semakin terpesona oleh Chon.
Rupanya
Maew dan Ding tak terima oleh perbuatan Chon yang dinilai mereka sok
pahlawan. Mereka mengajak Chon bertarung di belakang sekolah. Tadinya
Chon tak berniat meladeni mereka sampai Ding menghina-hina ayahnya,
“Kenapa? Kau berniat menjadi sok pahlawan seperti ayahmu? Gara-gara
ayahmu tak bisa tendangan pinalti provinsi kita tak jadi mendapatkan
piala nasional! Dasar sial ayahmu!”
BUG! Chon yang habis kesabaran menghajar Ding.
Nam
yang mendengar tentang perkelahian Chon, segera kembali ke sekolah.
Namun saat kembali Chon dan yang lainnya sudah tak ada. Hanya ada sebuah
kancing berlumuran darah yang terjatuh di lantai. Nam memungutnya.
Sesampainya
di rumah, Nam menyimpan Pepsi yang dibelikan Chon untuknya di kulkas.
Di tempelkan kertas bertuliskan “Jangan Diminum” di gelas Pepsi
tersebut. Saat di kamar, ia membersihkan kancing yang ia pungut dan
menggambar sebuah senyum di atas kancing tersebut. Ia memanggil benda
yang diyakininya milik Chon itu Tuan Kancing. Setelahnya ia tertidur
sambil membayangkan memeluk Chon.
Saat upacara
sekolah keesokan harinya, Bu Guru Inn memanggil nama-nama yang disuruh
ke ruang disiplin untuk diberi hukuman. Rupanya Chon, temannya, Maew
dan Ding juga dipanggil karena bertengkar kemarin.
Saat
di ruang Guru Kedisiplinan, Chon dan yang lain diberi hukuman sabet
rotan di pantat. Nam yang merasa menyesal menunggui Chon selesai
menerima hukumannya. Chon diberi keringanan oleh gurunya karena
berprestasi dibidang fotografi. Di luar, Chon bertemu dengan Nam dan
mengatakan kalau hukuman yang diterimanya bukan karena Nam. Nam memberi
plester untuk luka Chon. Setelah berbalik, Chon memanggil nama Nam
untuk mengucapkan terima kasih.
Sepulang sekolah Nam segera pergi ke danau dan berteriak heboh karena Chon tahu namanya.
Di
Kafe tempat Nam dan kawan-kawannya biasa nongkrong sepulang sekolah,
Cheer menemukan buku 20 Trik Menggaet Senior untuk menjadi pacar. Nam
pura-pura tak tertarik dan memilih membaca buku, Rahasia Menjadi Ranking
1. Cheer menggodanya, “Apakah kau benar-benar Nam?”
Nam merengut, “Aku serius. Sudah 5 tahun aku tak bertemu ayahku, aku ingin segera bertemu dengannya.”
Beberapa
saat kemudian masuk beberapa kakak kelas mereka sambil membawa sebuah
buku berjudul 9 Metode Cinta. Kakak kelas itu membicarakan bahwa buku
itu ampuh sekali dan membuatnya bisa pacaran dengan orang yang ia sukai.
Temannya juga membeli buku yang sama, dan ia juga berhasil.
Cheer dan yang lain tertarik membeli buku itu dan membacanya di rumah Nam.
Metode pertama (dari Yunani):
“Pergilah
ke tempat dimana banyak bintang seorang diri, lalu tariklah garis dari
bintang satu ke bintang yang lainnya sampai membentuk nama pria yang
kau sukai.”
Cheer dan teman-temannya langsung ke jendela
dan menarik nama masing-masing pujaan hati mereka, sementara Nam diam
saja di kursi baca.
Nim, “Nam kau tak ikutan?”
Nam, “Aku tak percaya hal semacam itu. Buku itu tak masuk akal.”
Akhirnya
setelah teman-temannya pulang, Nam segera berlari ke jendela dan
menarik nama Chon di antara bintang-bintang dengan sepenuh hati. (OSTnya
enak dan pas)
Chon sedang bermain bola bersama
teman-temannya hingga pelatih fotografi nya datang. Ia membawa poster
tentang lomba fotografi yang akan diikuti oleh Chon. Ayahnya yang
sedang beres-beres toko memandang Chon dari jauh.
Ayah Chon, “Dia selalu bermain sepak bola bersama teman-temannya tapi tak pernah mau ikut klub sepak bola sekolah”
Ibu Chon yang ternyata bule, “Biarkan saja. Dia bermain sepak bola untuk bersenang-senang, bukan untuk bertanding.”
Ayah Chon mengusap wajahnya, “Andai saja saat itu aku berhasil melakukan penalti...”
Ibu
Chon menghela nafas, “Nah, lagi-lagi kau bicara seperti itu. Chon tak
bermain serius bukan karenamu. Kalaupun ia trauma, suatu saat ia akan
melewatinya. Lihat, orang yang nyata berdiri di depanku, sudah melewati
hari yang buruk itu hingga bertahan sampai sekarang bukan?”
Ayah Chon tersenyum.
Pagi
harinya di sekolah, Nam datang dengan penampilan baru. Ia memasang
kawat gigi. Sementara Gie bilang ia aneh dengan kawat gigi tersebut, Nam
bersikeras kalau kawat gigi itu kelihatan indah.
Cheer tak
memperdulikan Nam, ia menatap Kai yang duduk jauh di depannya. Kemudian
bergumam, “Makan... makan nasinya... yes! Dia makan nasinya!”
Nim meledek Cheer, “Tentu saja, karena dia memang sedang makan.”
“Apa yang sedang kalian lakukan?”tanya Gie heran.
Nim menunjukkan lagi buku 9 Metode Cinta...
Metode kedua (dari Maya):
“Pusatkan
pikiranmu dan tataplah orang yang kau suka. Usahakan kau menguasai
pikirannya, kemudian suruh ia melakukan sesuatu. Jika berhasil, maka ia
pasangan jiwamu...”
Sebelum Nim selesai bicara, Nam sudah
memandangi Chon. Sambil memusatkan pikirannya ia bergumam, “Menolehlah
padaku... menolehlah padaku...”
Usaha Nam dilihat oleh
teman Chon yang kemudian memanfaatkan keadaan itu untuk menyuruh Chon
menoleh hingga bisa mencuri bakso milik Chon. Chon menoleh. Nam
menjerit kecil, “Chon menoleh padaku!”
“Siapa yang menoleh, Nam?”tanya Cheer yang duduk disamping Nam.
Nam membetulkan kacamatanya gugup, “Tidak. Bukan siapa-siapa.”
“Kau mencoba menghipnotis Chon ya?”tanya Cheer curiga.
“Apa, kau gila?! Tentu saja tidak!”elak Nam. Meskipun akhirnya ia ketahuan juga berbohong.
“Lalu kenapa kau bilang buku ini tak masuk akal?”sindir Nim.
Nam tersipu, “Aku takut kalian akan meledekku...”
Cheer menepuk bahu Nam, “Tenang saja Nam...”
“...kami pasti akan meledekmu!” lanjut teman-temannya sambil tertawa.
Di tempat lain, Guru Inn sedang bahagia karena diberi sekotak telur asin oleh Guru Phol.
“Sepanjang
perjalananmu kau pasti memikirkan aku karena membeli telur ini” ucap
Guru Inn tersipu malu. Guru Phol hanya tersenyum.
Sepanjang jalan
Guru Inn bernyanyi gembira dan memamerkan telur asin yang diberi Guru
Phol, namun nyanyiannya terhenti ketika di kantor guru, masing-masing
meja juga penuh dengan kotak telur asin dengan merek yang sama. Bahkan
banyak yang lebih dari satu kotak.
Metode ke tiga (dari Skotlandia):
“Berikan sesuatu yang berlambang hati kepada pujaanmu”
Kali
ini Nam dibantu teman-temannya hendak memberi Chon hadiah coklat
berbentuk hati. Mereka menyingkirkan hadiah-hadiah lain yang ada di atas
sepeda motor Chon dan menaruh kotak coklat Nam di atas sepeda motor.
Saat
Chon mengambil hadiahnya, Nam dan kawan-kawan mengintip dari balik
tembok. Dan, ups, rupanya karena kelamaan di atas sepeda motor Chon,
coklat itu mencair dan mengotori sepeda motor Chon.
“Kita lupa satu hal,” ujar Cheer, “Negara kita negara Tropis.”
“Mangga?”tanya
Gie heran pada Nam ketika Nam memutuskan untuk memberi Chon Mangga,
“Orang lain memberi sapu tangan, bunga, dan yang lain sementara kau
Mangga? Bagaimana bisa romantis.”
Saat mereka
masih berdebat, rupanya sudah ada yang mendahului mereka. Faye, cewek
tercantik satu sekolah menghampiri Chon dan memberinya kue mangga
buatannya. Chon terlihat sangat senang dan berterima kasih.
“Dia manis, dan ibu rumah tangga yang baik di masa depan, bagaimana kita bisa bersaing dengannya?”ujar Gie lesu.
Nam mulai putus asa.
Saat
ujian Bahasa Inggris berlangsung, rupanya Bu Guru Inn diundang oleh
Guru Phol untuk makan malam di rumahnya. Guru Inn pura-pura sibuk dan
berusaha menyempatkan diri untuk datang. Namun Guru Orn lewat dan
mengkonfirmasi janji makan malamnya juga bersama Guru Phol di waktu yang
sama. Guru Inn bertanya pada Guru Phol, “Malam ini bukan hanya kencan
di antara kita saja?”
Guru Phol tertawa, “Tolong jangan sebut sebagai kencan. Malam ini aku sengaja mengundang guru-guru untuk makan malam bersama.”
Guru
Inn cemberut. Ketika Nam menghampiri dan menyerahkan kertas ujiannya,
Guru Inn yang masih terbawa emosi meremas kertas ujian Nam dan
membuangnya. Saat tersadar, ia minta Nam menolongnya memungut kertas itu
lagi.
“Aku punya ide” kata Cheer, “Chon harus mengantar Nam pulang. Ini akan jadi terlihat romantis.”
Nam
dan yang lainnya setuju. Mereka mencari cara supaya Nam kelihatan
butuh tumpangan. Cheer sampai membuang kunci motor milik Nim. Sayangnya
mereka lagi-lagi kedahuluan Faye. Faye berjalan mendekati Chon dan
pura-pura terkilir kakinya.
“Kue Mangga” Chon memanggil Faye, “Kenapa? Apa kau tak bisa berjalan?”
“Tak
apa...” ucap Faye pura-pura, namun lagi-lagi ia memperlihatkan
seolah-olah ia terkilir. Chon yang gentle menawarkan tumpangan pada Faye
yang disambut senang hati. Faye tersenyum menang ke arah Nam.
“Ah, Dramatis sekali” sinis Gie.
“Apa ia lulusan sekolah akting?”sahut Cheer. Sementara Nam melongo tak percaya.
Tahun berikutnya....
Pang
menemukan kertas yang isinya gambar Nam dan Chon kemudian
mengadukannya pada Pim. Pim marah karena Nam sudah memikirkan pacaran,
“Nam, bagaimana kamu mau bertemu ayahmu? Untuk hal ini, kamu harus
lebih dewasa dulu. Sekarang kamu hanya harus fokus belajar!”
Pang meledek Nam. Dengan marah, Nam pergi ke atas atap.
Di
atas atap Nam hanya melamun sambil mendengarkan musik sedih. Rupanya
Pang yang merasa bersalah menelpon Cheer dan yang lain agar menghibur
Nam. Mereka datang dan hendak mempraktekan buku 9 Metode Cinta.
Metode ketujuh *tahu-tahu sudah tujuh* (dari Gypsy):
“Cinta,
berarti harus membangun diri sendiri. Gunakanlah kekuatan cinta agar
kita bisa menjadi lebih pintar, lebih cantik dan lebih baik dari
sebelumnya. Maka akhirnya si dia akan melihat ke kita.”
Sambil
diiringi OST yang enak (?) Cheer dan yang lainnya melakukan segala
macam perawatan pada tubuh Nam. Dari masker, lulur, sampai melumuri
kulit Nam dengan kunyit.
Nam yang sudah selesai
perawatan, bersama teman-temannya datang ke toko olahraga milik ayah
Chon. Mereka ingin bertemu Chon dan memperlihatkan Nam. Tapi rupanya
Chon sedang pergi. Nam sempat melihat artikel yang memberitakan
kegagalan eksekusi pinalti ayah Chon. Saat hendak pulang, rupanya Chon
datang. Ia menyapa Nam kemudian heran dengan perubahan kulit Nam.
Rupanya ‘treatment’ khusus yang dilakukan Cheer dan yang lain justru
membuat Nam terlihat kuning.
“Apa kau menderita sakit kuning?”tanya Chon sambil memeriksa suhu tubuh Nam.
Nam yang gugup menggeleng sambil berusaha tersenyum.
Saat
itu lagi-lagi Faye datang, dan berpura-pura hendak membeli sekotak
bola pingpong. Nam yang kesal menjatuhkan bola pingpong yang
dipegangnya sehingga Faye terpeleset dan jatuh.
Di
sekolah akan diadakan klub pentas seni. Klub drama guru Inn terlihat
kosong dan tak ada yang mendaftar, sementara klub penari klasik milik
Guru Orn penuh dengan peminat. Di antara peminat-peminatnya juga ada Nam
cs.
“Nam, kau harus melepas kaca matamu” saran Cheer.
Nam
melepas kacamatanya sambil cemberut, “Kurasa kita tak cocok sama sekali
dengan konsep klub ini. Kulit putih, cantik, mirip china... semua yang
dibutuhkan untuk kualitas penari klasik.”
“Nam benar,” Nim
menimpali, “Setiap tahun Guru Orn hanya memilih yang cantik. Dan
seluruh sekolah akan datang melihat mereka menari.”
“Tidak seperti klub drama, mereka semua jelek. Tak ada yang ingin melihat mereka perform” tambah Gie.
“Tapi
kita harus mencobanya” sela Cheer, “Kita mungkin tak cantik, kulit
putih dan mirip China, tapi kita indah dan berkulit gelap. Kita bakal
jadi trend baru.”
Yang lain tertawa.
Chon lewat di dekat mereka dan menimbulkan kehebohan. Faye memanggil Chon dan bertanya klub mana Chon akan bergabung.
“Aku akan ikut klub fotografi” jawab Chon.
Faye tersenyum genit, “Kalau kau butuh model untuk fotomu, kau bisa memanggilku kapan saja...”
Cheer cs menatap Faye jijik.
Chon tersenyum, “Aku berminat memotret pemandangan bukan orang.”
Cheer cs menertawakan Faye. Tapi Faye tak menyerah, “Ah, Kak Chon bercanda.”
“Aku memang bercanda” jawab Chon menghilangkan tawa Cheer dan yang lain, “Sini biar kufoto.”
Faye memasang pose manisnya. Di foto kedua, Nam ikut-ikutan di belakang Faye.
“Jadi, kau sudah tak kuning lagi? Kau kelihatan lebih cerah” ujar Chon setelah memotret mereka berdua.
Nam mengangguk sambil tersenyum gugup. Faye kelihatan tak senang.
“Aku akan menanti penampilan kalian berdua saat festival” ucap Chon membuat Faye dan Nam tersipu malu.
“Lihat kan Nam, pada akhirnya Chon akan memakan umpan darimu. Kau hanya harus lebih cerah dan optimis” ujar Cheer.
“Menjadi lebih baik dan indah,” sahut Gie. Nam mengangguk sambil tersenyum.
“Kalau kau ragu soal keindahan, kenapa tidak pindah saja ke klub lain?”sindir Faye.
Nam
cs emosi mendengar hinaan dari Faye hingga memulai pertengkaran.
Membuat murid-murid lainnya yang mengantri terdorong ke depan. Guru Orn
menyuruh murid-murid yang membuat masalah pergi dari barisan kecuali
Faye dan temannya, Kwan. Ya, Guru Orn memang pemilih.
Faye,
yang masih dendam pada Nam, meracik minuman dengan bumbu khusus.
Ketika Nam lewat ia memanggilnya dan memberi minuman itu sebagai tanda
maaf. Nam menerima minuman itu tanpa curiga sedikitpun. Namun sebelum
meminumnya Pin, senior Nam yang sekelas dengan Chon menahan tangan Nam
dan menyuruh Faye untuk mencoba minuman itu lebih dulu. Rupanya sedari
tadi ia memperhatikan Faye.
“Kenapa kau tak mau minum?”tantang Pin.
Faye salah tingkah.
“Lain kali hati-hatilah jika kau tak mau meminum air dengan kecap ikan” nasihat Pin pada Nam, “Pergi dan buang minuman itu!”
Nam
menurut. Sementara Pin kembali ke bangku Chon dan kawan-kawan sambil
menceritakan perbuatan Faye, “Lihatlah tingkah gadis itu.”
Dan hilang sudah kesempatan Faye memikat hati Chon.
Guru
Inn yang tak menemukan satu pun peminat akhirnya memutuskan
menghampiri Nam cs yang baru didepak dari klub tari. Ia mengetes Nam cs
dengan asal kemudian mengatakan bahwa mereka sudah diterima di klub
drama. Dan mereka ditunggu di auditorium. Matanya lalu menangkap
minuman Nam yang belum dibuang dan tanpa pikir panjang langsung
meminumnya! Reaksinya seperti yang bisa dibayangkan. Ia hampir
memuntahkan minumannya di depan Kepala Sekolah. Nam cs langsung
mencegah Kepala Sekolah yang juga ingin meminum minuman itu.
Nam
cs datang ke auditorium terlambat sehingga Guru Inn menghukum mereka
tak boleh ikut drama. Dengan senang hati Nam cs menerima hukuman itu
sampai Guru Inn langsung membatalkan hukumannya.
Cheer berusaha
menjelaskan kalau mereka ingin ikut klub tari, namun belum selesai Cheer
ngomong, Chon muncul juga di auditorium. Rupanya ia juga dipaksa ikut
oleh Guru Inn. Nam menggunakan kesempatan ini untuk lebih dekat dengan
Chon dan setuju bergabung dengan klub drama.
Klub drama
akan mementaskan Drama Bahasa Inggris Snow White dan karena Nam yang
terbaik dalam pelajaran Bahasa Inggris, ia terpilih jadi Snow White.
Chon? Dia terpilih jadi kelinci merangkap penata panggung.
Guru
Inn kemudian mengajak Guru Phol dan Guru Orn untuk melihat hasil tata
rias anak didiknya. Ia membual kalau anak didiknya mengerti tentang
keindahan, namun ketika mereka sampai mereka dihadapkan oleh anak-anak
drama yang berdandan kacau dan asal-asalan.
“Ini panggung drama atau panggung komedi Guru Inn?”sindir Guru Orn.
Hari
menjelang gelap, latihan drama Nam usai. Ia pergi ke belakang panggung
yang dipikirnya sepi orang. Ternyata ada Chon disitu dan mereka hanya
berdua.
“Oh, kau sudah mau pulang?”tanya Chon yang sedang asik memotret.
Nam
mengangguk. Matanya justru fokus pada buku 9 Metode Cinta di dekat
Chon. Ia khawatir Chon berpikir macam-macam setelah melihat buku itu.
Buru-buru ia ambil semua buku itu saat Chon sedang memotret hal lain.
Kemudian sebuah kertas jatuh di dekat kaki mereka. Nomor telepon Chon!
Dengan sigap, Nam segera menutupi kertas itu dengan kakinya. Ia menyeretnya sepanjang pulang.
“Hati-hati
ya...” ujar Chon yang tak sadar soal kertas itu. Ia lebih heran pada
Nam yang berjalan terseret-seret padahal saat datang berjalan dengan
normal.
Guru Inn diam-diam mematai Guru Orn yang mampu
mendandani muridnya dengan sangat baik. Tak mau kalah akhirnya ia
meminta bantuan Pin untuk menjadi ahli tata rias drama. Ia menyuruh Pin
untuk mendandani Nam lebih dulu. Chon, dibelakang Nam, memberi isyarat
pada Pin agar melakukan yang terbaik. Kemudian Nam mulai didandani
oleh Pin.
Tak lama Nam berganti baju, ia muncul dan memukau
teman-temannya. Nam terlihat lebih bersih dan cantik. Semua memuji
keahlian Pin merubah Nam . Namun yang Nam harapkan adalah reaksi dari
Chon. Dan Chon bilang, “Dia tampak sama. Snow White dengan kawat gigi.”
Jleb!
Besoknya Nam segera melepas kawat giginya.
Saat
latihan drama, yang berperan sebagai Pangeran tiba-tiba terkena diare.
Guru Inn memerintahkan Chon yang saat itu sedang melukis pohon untuk
sementara mengganti peran Pangeran. Dan adegan yang diperankan adalah
adegan Pangeran yang mencium Snow White agar bangun dari tidurnya. Nam
menanti ciuman Chon dengan berdebar-debar. Sementara teman-temannya
sudah heboh. Ia memejamkan mata. Namun saat ia membuka matanya lagi,
sang Pangeran asli sudah kembali dari sakit diarenya dan bersiap mencium
Nam.
Nam yang kaget karena saat
membuka mata wajah Chon berubah, langsung lompat dari kasurnya. Karena
panik ia tersandung ujung panggung dan mau jatuh. Beruntung tangan
Chon menariknya dan menahannya agar tak jatuh. Chon langsung menarik
Nam hingga ke pelukannya dan menegurnya, “Kau hampir mematahkan
lehermu!”
Nam menunduk menyesal sementara hatinya berdebar tak karuan.
Malamnya
Nam berusaha menelpon Chon dengan nomor yang baru ia dapat. Begitu
tersambung langsung terdengar suara Chon. Namun belum selesai Chon
bicara, Nam sudah menaruh telponnya lalu berteriak kegirangan. Saat ia
kembali, Chon rupanya telah menutup teleponnya.
Hari
pentas seni pun tiba. Seperti biasa, pertunjukkan tari Guru Orn
mendapat sambutan hangat dari murid-murid sekolah. Semua memadati kursi
penonton hanya untuk melihat Faye cs yang cantik menari. Sementara
ketika pertunjukkan Drama Guru Inn, satu persatu murid meninggalkan
bangku penonton. Hanya ada beberapa yang bertahan dengan tidak penuh
minat.
Nam tak melihat Chon diantara penonton.
Yang ada malah seorang cowok tampan yang tak ia kenal memandangnya
dengan terpesona. Ia bermain drama dengan lesu. Sementara Chon ternyata
baru dapat pengumuman kalau ia memenangkan lomba fotografi. Ia harus
pergi untuk mengambil hadiahnya bersama Kepala Sekolah.
Di
belakang panggung, Guru Inn memuji kinerja anak-anak didiknya. Ia
bahkan berjanji akan mentraktir semua anak didiknya makan malam. Di meja
Nam ada sebuah apel dan pesan di bawahnya. Untuk Snow White, saya
sudah mencicipinya. Apelnya tak beracun. Nam memandangi Apel itu dengan
senang.
“Dari siapa?”tanya Cheer tertawa geli karena melihat apelnya sudah digigit.
“Pasti dari Chon”ucap Nam senang.
“Mungkin
dari anak itu” Nim menunjuk cowok yang berperan sebagai Pangeran yang
sedang memakan apel, dan memandang Nam penuh minat.
“Euhh...” Nam geli. Sementara Cheer cs tertawa mengejeknya, “Pangeran kodok! Sungguh cocok dengan putri kodok!”
Malamya
Nam melampiaskan kekesalan pada Tuan Kancing. Ia berpikir Chon pasti
hanya memilih datang ke pertunjukkannya Faye dibanding dirinya. Ia lalu
membuang Tuan Kancing meski kemudian ia memungutnya lagi dari tong
sampah.
Keesokan harinya, Chon sedang asik
mengobrol bersama teman-temannya ketika seorang cowok menepuk bahunya,
“Hei, kau tak menyapa ayahmu ini anakku?” canda cowok itu.
Chon menoleh dan kaget. Ia langsung memeluk cowok itu dan mengenalkannya pada teman-temannya, “Ini Top, dia temanku sejak TK.”
Top
rupanya langsung terkenal di kalangan gadis-gadis karena dia tampan
(meski buatku Chon yang paling tampan) dan merebut popularitas Chon.
Top lebih ramah, dan easy going. Ia menyapa semua gadis di jalan,
sampai Chon menghentikan tingkah playboynya dan mengajaknya ke kantin.
Di
kantin rupanya drama Snow White yang diperankan Nam diputar
berulang-ulang kali. Semua tak ada yang mengenali bahwa Snow White
disana adalah Nam, dan Nam yang kini lebih manis dan cantik langsung
terkenal di kalangan cowok-cowok. Sementara Chon dan Top juga melihat Tv
yang sama.
“Wah itu Snow White yang sedang diputar di TV. Dia manis. Apa dia sudah punya pacar?”tanya Top benar-benar terpesona dengan Nam.
“Sepertinya belum, tapi kurasa kau tak boleh mendekatinya”jawab Chon.
“Kenapa?”tanya Top heran.
“Bukannya dia terlalu muda untukmu?”
“Ah aku bahkan sudah biasa meminta no telepon anak kelas 5 SD,” ujar Top.
Chon, “????!”
Tahun berikutnya....
Chon
dan Top bermain sepak bola seperti biasa, sampai Top menyuruh Chon
melakukan tendangan pinalti. Chon tersinggung dan marah-marah karena Top
selalu menyuruhnya melakukan pinalti. Top yang tahu trauma sahabatnya
bertanya, “Kau masih belum pulih dari trauma mu itu? Ayahmu sendiri
mungkin sudah lupa.”
Chon mengelak, “Bukan, karena terlalu mudah makanya tak kulakukan!”
Top ngalah, “Iya deh Cristiano Ronaldo....”
Di
tengah jalan mereka dihentikan oleh cewek-cewek dari grup mayoret yang
ingin foto bersama Top. Chon menawarkan dengan sukarela untuk memotret
mereka. Namun baru gambar pertama, kedua cewek itu sudah bertengkar
merebutkan posisi paling dekat dengan Top. Pertengkaran itu menarik
perhatian siswa mayoret yang lain, mereka pun tawuran. Guru Inn datang
melerai, sementara Top dan Chon kabur dari tempat itu.
“Hei, kau bisa membuat keadaan jadi seperti ini?” tanya Chon kagum. Top hanya mengangkat bahu.
Kedua
Siswi itu akhirnya terluka karena pertengkaran barusan. Yang satu
leher dan kakinya, yang satu lengannya. Mereka dipastikan takkan bisa
memimpin grup mayoret. Kepala Sekolah akhirnya memutuskan akan
berkonsultasi dengan Guru Orn. Guru Inn cemberut mendengar nama Guru Orn
disebut. Tiba-tiba ia melihat raket melayang di belakangnya. Rupanya
Nam dan kawan-kawan melempar raket untuk bisa mengambil cock yang
tersangkut (Nam sekarang sudah jauh lebih cantik, bersih dan putih,
rambutnya juga panjang). Guru Inn langsung dapat ide.
Guru
Inn menghampiri Nam dan Cheer yang sedang istirahat. Ia memuji-muji
Nam, “Nam, seumur hidupku aku tak pernah melihat orang sesempurna,
sebaik dan secantik kamu...”
Nam yang tahu Guru Inn dulu bahkan
pernah menghinanya sebagai si kulit hitam berkata, “Guru, katakan saja
langsung, apa yang kau ingin aku lakukan?”
Guru Inn pun meminta
secara langsung supaya Nam menjadi pemimpin Mayoret sekolah untuk
Festival Olahraga kota. Nam tadinya mau menolak karena festivalnya
tinggal 2 minggu lagi, dan ia sama sekali tak ada persiapan, namun Guru
Inn memohon-mohon pada Nam.
Dalam latihan
pertama, Nam bahkan tak bisa menangkap tongkat mayoretnya sama sekali.
Ia melemparnya sangat tinggi sehingga seluruh murid-murid pada
berlarian karena takut tertimpa.
Nam putus asa.
Ia merasa tak mungkin bisa melakukan lemparan tongkat mayoret. Cheer cs
menyemangatinya. Cheer membacakan metode terakhir dalam buku 9 Metode
Cinta yang sesuai keadaan Nam saat ini.
Metode terakhir *ini juga tahu-tahu sudah terakhir*:
“Jika
kamu ingin melakukan sesuatu karena cinta maka lakukanlah
habis-habisan dan dengan sepenuh hati, maka dia akan datang padamu.”
Nam
menghela nafas. Ia merasa tak percaya diri. Nim memegangi bahunya dan
menyemangati, “Hey, Nam.. kamu sudah sampai sejauh ini... (selama lebih
dari 2 tahun jatuh cinta pada orang yg sama) dan berjuang sekuat
tenaga. Kamu kali ini tak hanya menjadi pemimpin mayoret sekolah kita,
tapi menjadi perwakilan provinsi. Berjuanglah Nam...”
Nam
akhirnya berlatih siang-sore-malam di lapangan. Bahkan ketika
lapangannya sedang dipake Chon dan Top cs untuk bermain sepak bola, Nam
masih berlatih. Hal itu menarik perhatian Top yang jadi tak
konsentrasi bermain bola dan membuat Chon kesal lalu menyeretnya,
“Lagi-lagi kau melirik gadis-gadis!”
Guru Inn
sedang meyakinkan Kepala Sekolah bahwa grup mayoretnya akan menjadi
yang terbaik. Ia bahkan memuji-muji Nam yang akan menjadi pemimpin grup
mayoret. Baru selesai memuji, tiba-tiba terdengar teriakan Nam.
“Awas Guru!”
Dan tongkat mayoret melayang ke arah mereka berdua. Nam segera berlari mengambil tongkat tersebut sambil minta maaf.
“Jangan
bilang kalau dia yang akan jadi pemimpin Mayoret sekolah ini...” kata
Kepala Sekolah. Guru Inn mencoba meyakinkan kalau kegagalan Nam tadi
adalah yang pertama. Belum selesai Guru Inn ngomong, tiba-tiba sebuah
benda bergulir di depan mereka. Rupanya Nam baru saja mematahkan kepala
tongkat mayoretnya hingga rusak.
“Ganti dia, atau kau yang akan kuganti”ujar Kepala sekolah pada Guru Inn sambil berjalan pergi.
Guru Inn panik, “Tapi Festivalnya tinggal seminggu lagi!”
Nam mengintip dari balik pohon dengan perasaan bersalah.
Faye
dan Kwan sedang berjalan sambil membicarakan soal Guru Inn yang keras
kepala mempertahankan Nam, “Aku heran kenapa ia tak memilih kita yang
cantik dan berbakat, Guru Inn begitu mengerikan, setiap siswanya juga
mengerikan. Untung kita tak berada di kelasnya, kita mungkin takkan
populer seperti sekarang.”
Nam yang mendengar perkataannya Faye
marah, ia berniat akan melabrak Faye namun ditahan teman-temannya,
“Kenapa kau membicarakan Guru Inn seperti itu?!”
“Pada kenyataannya seperti itu” jawab Faye santai.
“Dasar wajah serangga!” ledek Kwan, mereka lalu kabur.
Nam emosi, “Aku akan membuktikan pada mereka bahwa Guru Inn bukan orang yang mengerikan!”
Ia pun berlatih lagi dengan menggunakan sapu, sebagai pengganti tongkat mayoretnya yang rusak. Ia masih belum berhasil.
Malamnya,
Chon dan Top sedang dalam pertandingan percobaan, dan Nam juga berada
disitu untuk latihan. Ayah Chon dan temannya juga datang untuk melihat
latihan anaknya. Saat pertandingan, timnya Top dan Chon mendapat
giliran penalti. Saat Top mau melakukan eksekusi, Chon menahan Top.
Rupanya ia mau mencoba melakukan penalti. Ayah Chon yang melihat
gelagat anaknya memutuskan ingin pergi dari tempat itu karena takut,
namun ditahan temannya. Top memberi kesempatan pada Chon.
Tendangan
pinalti Chon membentur tiang gawang. Chon depresi. Kata-kata hinaan
Ding tentang ayahnya terngiang-ngiang di kepalanya. Ayahnya pun tak kuat
melihatnya dan berniat segera pergi, namun temannya masih tertarik
untuk melihat dan menahan ayah Chon. Top menepuk bahu Chon dengan
senyum. Temannya yang bermain di tim lawan memberinya kesempatan kedua,
“Yang tadi hanya pemanasan.”
“Mana ada aturan seperti itu...”kata Chon kesal.
“Ada” kata Top dan kawan-kawannya.
“Terlebih lagi aku belum meniup peluit”sahut Guru Phol. Chon tersenyum senang. Ia mencoba melakukan tendangan lagi.
Goal!
Chon disambut histeria teman-temannya. Ayahnya juga sangat senang, dan
pergi dengan lega dari tempat itu. Semua menyoraki Chon termasuk Nam
yang ikut tersenyum senang untuk Chon. Chon akhirnya menerima tawaran
Guru Phol untuk menjadi pemain tetap di Klub Sepak bola Sekolah.
Teman-temannya senang, namun pandangan mata Chon menatap penuh arti ke
arah Nam yang berdiri di samping bangku penonton. Nam tersenyum sambil
menatap tongkat mayoretnya.
Di kamar Nam
memandangi Tuan Kancing, “Aku mengerti”ucapnya penuh senyum keyakinan.
Nam lalu berlatih siang, malam, seminggu tanpa henti. Dan latihannya
akhirnya membuahkan hasil. Dia sudah mampu menangkap tongkat
mayoretnya. Di sekolah Guru Inn senang dengan perkembangan Nam. Ia
membanggakan Nam di depan Guru Phol dan Guru Orn. Guru Phol memberikan
aplause, sementara Guru Orn terlihat tak senang.
Hari Festival
tiba. Nam dengan pakaian leader mayoretnya terlihat sangat cantik,
mereka berparade keliling kota. Ia juga ditonton oleh Pang dan Ibunya.
“Bagaimana, apakah kakakmu terlihat cantik seperti ibu?” tanya Pim.
“Yang benar saja! Kakak lebih cantik dari pada Ibu!”jawab Pang. Pim memeluk Pang sambil tersenyum senang.
Chon
dan Top juga ikut menonton parade. Chon sibuk memotret Nam, sementara
Top memandangi Nam dengan terpesona, “Aku takkan mau pindah kemana-mana
lagi...”
Chon menggerutu, “Aku selalu mendengar hal yang sama darimu terus!”
Hari
Valentine. Popularitas Nam langsung meningkat sejak Festival. Semua
cowok tergila-gila padanya. Ia mendapatkan banyak coklat dan hadiah
valentine.
“Padahal Valentine tahun lalu dia masih berkulit gelap”
ujar Cheer geli. Tapi Nam kelihatan tak bersemangat. Gie menanyakan
keadaannya.
“Dia menunggu satu-satunya pria, justru ia tak datang” ucap Cheer. Siapa lagi kalau bukan Chon.
Nim tiba-tiba berseru heboh. Rupanya Chon datang.
Ia
membawa pohon mawar putih yang masih ada akarnya. Cheer cs mendorong
Nam yang terlalu nervous untuk keluar. Hatinya dag-dig-dug, apalagi Chon
tersenyum manis ke arahnya. Namun senyum Nam harus hilang ketika Chon
mengatakan hanya mengantarkan mawar dari temannya. Nam memandang
punggung Chon yang pergi dengan hati kecewa.
Di
kamar Nam masih melihat pohon mawar itu dengan sedih. Saat ia
memutuskan untuk belajar, secarik kertas terjatuh dari bukunya. Sebuah
surat, Nam, sampai bertemu jam empat di depan tangga sekolah. Ada yang
ingin kukatakan padamu. Nam tersenyum. Harapannya bangkit lagi.
Nam
menunggu di depan tangga sekolah dengan berdebar-debar. Apalagi ketika
ia melihat sekolah sudah mulai sepi, dan Chon datang ke arahnya. Chon
tersenyum dan memanggil namanya, “Nam...”
“Rupanya kau datang...”tiba-tiba Top berdiri di antara mereka. Nam terkejut. Ia meremas kertas di tangannya.
“Kak Top yang memberiku surat ini?”tanya Nam takut.
Top mengangguk, “Ya, surat itu milikku.”
“A... ada yang ingin kau bicarakan padaku?”
Top memandang Nam penuh senyum, “Maukah kau menjadi pacarku Nam?”
Nam terkejut. Ia tak mengharapkan Top yang mengatakannya. Matanya beralih ke Chon, “Ka Chon ingin mengatakan sesuatu padaku?”
Chon
berjalan ke arah Top dan Nam sambil tersenyum, “Ah, aku hanya ingin
bertanya kenapa kau masih ada disini. Tapi pertanyaanku sudah
terjawab...”
Chon menepuk bahu Top kemudian pergi. Nam menatap kepergiannya dengan tak percaya.
“Jadi jawabannya apa Nam? Jika kau diam saja aku akan menganggap kau oke dengan itu”ujar Top.
Nam membeku.
“Hah?! Top?!”seru Cheer cs dengan tak percaya. Nam mengangguk lesu.
“Bagaimana bisa?”tanya Cheer, “Lalu, Chon hanya mengatakan itu?”
Nam mengangguk lagi.
“Lalu apa jawabanmu pada Top, Nam?”tanya Nim.
“Aku tak menjawab. Apa yang harus kulakukan Cheer...?”keluh Nam.
“Kau
harus menunggu dan melihat. Top adalah sahabat baik Chon, jika kau
melakukan sesuatu tanpa pertimbangan maka Chon pasti akan marah
padamu...”
Nam sedang jalan-jalan
di siang hari ketika motor Top berhenti di dekatnya. Top mengajak Nam
untuk pergi bersamanya. Tadinya Nam menolak, namun ketika Top
mengatakan kalau hari ini adalah hari pertandingan pertama Chon, Nam
langsung ingin ikut. Di pertandingan Chon yang kelelahan menghampiri
bangku Nam dan meminta air, Top tak punya karena baru ia berikan pada
Nam. Nam akhirnya memberi punyanya. Chon meminum air pemberian Nam dan
menyiram wajahnya. Nam melihatnya dengan terpesona. Pertandingan hari
itu, Chon menang.
Nam pulang
bersama Chon dan Top. Ia dibonceng oleh Top, sementara Chon
mengendarainya sendiri. Mereka mengendarai motor sambil saling
mengobrol. Suara hati Nam saat itu, Kau tahu Tuan Kancing? Aku ingin
berada di belakang Chon, di sepeda motornya...
bersambung ke part 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar